Sesuai
janji saya di post sebelumnya, menyambung tentang konten yang sesuai dalam buku
anak dan cerita ramayana. Kisah-kisah yang ada dalam buku anak yang banyak
beredar adalah kisah-kisah pendek , fabel, dan kisah-kisah pengantar tidur
lainnya. Seperti saat saya kecil, setiap hari ayah membacakan
dongeng-dongeng terjemahan oleh Hans
Christian Andersen yaitu Thumbelina, Little Mermaids, Itik Kecil Buruk Rupa,
Baju Baru Kaisar, dan ratusan cerita lainnya. Kumpulan cerita dongeng yang
penuh dengan nilai moral dan pesan-pesan positif. Selain Andersen, banyak kisah dongeng atau
fairy tale saya kenal melalui film Disney, seperti Little Red Riding Hood, Snow
White, Beauty and the Beast, Sleeping Beauty dan lain sebagainya.
Hans Christian Andersen |
Sekarang
saya memperhatikan banyak cerita dongeng atau Fairy
Tales ini di buat ulang menjadi
film layar lebar, namun dengan cerita yang ditujukan bukan untuk anak-anak.
Bagaimana bisa? Hem.. Sebelum menjadi buku dan dicetak seperti sekarang,
kisah-kisah dongeng ini diceritakan dari mulut ke mulut, diceritakan orang tua
pada anaknya setiap malam sebelum tidur. Cerita - cerita ini diceritakan ulang
dengan banyak tambahan, dipoles, dikurang atau ditambah, dan mengalami
perubahan selama bertahun-tahun. Sehingga memiliki banyak versi, hingga cerita
dongeng yang kita kenal sekarang.
Cerita yang banyak kita baca sekarang, pada awalnya ditulis
oleh seorang penulis bernama Charles Perrault pada tahun 1697. sama seperti
Hans Christian Andersen. Charles P menulis cerita rakyat yang sering ia dengar
ketika kecil, menambahkan percikan elemen magis dan mengubah sudut pandang
cerita menjadi lebih naive sehingga terlihat seperti ditulis oleh anak-anak.
Buku yang ia tulis saat itu berjudul
"Tales of Times Passed” berisi 8 cerita yang sudah
sangat kita kenal yaitu The
Sleeping Beauty in the Wood”, “ Little Red Riding Hood”, “ Blue Beard”, “ The
Master Cat” ( Puss In Boots) , “ The Little Glass Slipper” (Cinderella),
“Diamonds and Toads”, “ Hop o my Thumb” dan “ Riquet a la Houppe.”
Charles Perrault |
Kita ambil contoh cerita Sleeping Beauty, bagian awalnya sama dengan kisah yang ada sekarang, namun hanya di bagian awal. Pada naskah tertulis tertua yang ditemukan tentang cerita ini ditulis oleh Giambattista Basile pada tahun 1636. Rasanya seperti membaca cerita dongeng x-rated.
Sang putri tidur bukan tertidur karena kutukan
peri jahat, ia meninggal karena penyakit menular dan ayahnya, Sang Raja,
menidurkannya di sebuah istana. Seorang pengelana yang menemukan tubuh putri
tidur lalu memper-ehem-nya. Sang putri hamil dan melahirkan sepasang anak
kembar saat dia tidak sadar itu dan kemudian kedua anaknya dibesarkan oleh para
peri. Suatu ketika anak kembar itu tidak sengaja menghisap racun pada tubuh
putri tidur dan ia terbangun. Sang pengelana yang teringat tentang putri yang
tertidur di menara, pada suatu hari ingin mengulangi -ehem- dan menemukan bahwa
sang putri sudah terbangun. Si pengelana mengakui perbuatannya dan tinggal
selama satu minggu sebelum dia kembali kepada istrinya. Sang istri mengetahui
perbuatan suaminya merasa cemburu dan menyuruh juru masaknya untuk menculik
kedua anak putri tidur dan memasaknya kemudian menghidangkan dagingnya untuk
suaminya. Juru masak yang tidak tega menyakiti kedua anak tersebut menggantinya
dengan daging kambing. Akhir cerita, putri tidur dan anak-anaknya berhasil
diselamatkan oleh ayahnya dan hidup bahagia selamanya.
Putri
tidur dan anak-anaknya masih lebih beruntung dibandingan dengan Little Red
Riding hood dan neneknya yang tidak selamat dari serigala jahat. Mereka berdua
dimakan oleh sang serigala dan... tamat. Bagi yang ingin membaca ceritanya bisa
baca disini. Hmm.. Mengapa cerita dongeng pada masa itu penuh dengan
nilai-nilai negatif? Bukan hanya kekerasan dan nuansa gelap, tapi juga suguhan
pembunuhan, kanibalisme, incest, seksualitas dan bahasa yang tidak
pantas.
Cerita asli Little Red Riding Hood dengan judul asli Le Petit Chaperon Rouge diterbitkan pada tahun 1697 |
Menurut sumber yang saya baca, pada masa awal abad ke 19, anak-anak dianggap sebagai "little adults" dewasa dengan ukuran tubuh kecil. Tidak ada pemahaman bahwa anak-anak seharusnya dilindungi dari hal-hal yang membawa pengaruh buruk. Pada masa itu anak-anak tidak terlindung dari bahasa "yang tidak sepantasnya" didengar oleh anak-anak. Mereka bekerja dan minum alkohol pada usia yang sangat muda. . Mengingat anak-anak yang tidak terlalu diperhatikan kesehatan mentalnya.Mungkin cerita dongeng tersebut dibuat memang bukan untuk dikonsumsi oleh anak-anak.
Sedikit
terbersit pikiran bahwa kondisi tersebut tidak jauh beda dengan kondisi di masa
sekarang untuk anak-anak yang hidup di wilayah yang keras yah.. Konsumsi
pornografi dan seksualitas juga bertebaran dan bebas dikonsumsi anak-anak lewat
suguhan TV 24 jam. Remaja bahkan anak kecil perokok juga bukan pemandangan aneh
di Indonesia.
Bedanya
dengan abad ke 19, saat ini kita sangat mengerti bahwa hal-hal seperti itu
bukanlah hal yang baik dikonsumsi oleh anak-anak. Kita juga sudah mengerti efek
psikologis atau fisik yang diakibatkan dengan konsumsi kekerasan, seksualitas,
dan kurangnya perhatian orangtua kepada anak. Mungkin tidak ada yang namanya
hidup bahagia selamanya seperti yang ada di cerita-cerita dongeng yang kita
baca, tapi setidaknya Gadis betudung merah dan neneknya tidak harus dimakan
oleh serigala..bagaimana menurut anda? :3
Sumber: berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar