Jumat, 25 Mei 2012

Early Fairy Tales - The 'Not for Kids' Kind of Tales



Sesuai janji saya di post sebelumnya, menyambung tentang konten yang sesuai dalam buku anak dan cerita ramayana. Kisah-kisah yang ada dalam buku anak yang banyak beredar adalah kisah-kisah pendek , fabel, dan kisah-kisah pengantar tidur lainnya. Seperti saat saya kecil, setiap hari ayah membacakan dongeng-dongeng  terjemahan oleh Hans Christian Andersen yaitu Thumbelina, Little Mermaids, Itik Kecil Buruk Rupa, Baju Baru Kaisar, dan ratusan cerita lainnya. Kumpulan cerita dongeng yang penuh dengan nilai moral dan pesan-pesan positif.  Selain Andersen, banyak kisah dongeng atau fairy tale saya kenal melalui film Disney, seperti Little Red Riding Hood, Snow White, Beauty and the Beast, Sleeping Beauty dan lain sebagainya.

Hans Christian Andersen
Sekarang saya memperhatikan banyak cerita dongeng atau Fairy Tales  ini di buat ulang menjadi film layar lebar, namun dengan cerita yang ditujukan bukan untuk anak-anak. Bagaimana bisa? Hem.. Sebelum menjadi buku dan dicetak seperti sekarang, kisah-kisah dongeng ini diceritakan dari mulut ke mulut, diceritakan orang tua pada anaknya setiap malam sebelum tidur. Cerita - cerita ini diceritakan ulang dengan banyak tambahan, dipoles, dikurang atau ditambah, dan mengalami perubahan selama bertahun-tahun. Sehingga memiliki banyak versi, hingga cerita dongeng yang kita kenal sekarang.

Cerita yang banyak kita baca sekarang, pada awalnya ditulis oleh seorang penulis bernama Charles Perrault pada tahun 1697. sama seperti Hans Christian Andersen. Charles P menulis cerita rakyat yang sering ia dengar ketika kecil, menambahkan percikan elemen magis dan mengubah sudut pandang cerita menjadi lebih naive sehingga terlihat seperti ditulis oleh anak-anak. Buku yang ia tulis saat itu berjudul  "Tales of Times Passed” berisi 8 cerita yang sudah sangat kita kenal yaitu  The Sleeping Beauty in the Wood”, “ Little Red Riding Hood”, “ Blue Beard”, “ The Master Cat” ( Puss In Boots) , “ The Little Glass Slipper” (Cinderella), “Diamonds and Toads”, “ Hop o my Thumb” dan “ Riquet a la Houppe.”





Charles Perrault


Kita ambil contoh cerita Sleeping Beauty, bagian awalnya sama dengan kisah yang ada sekarang, namun hanya di bagian awal. Pada naskah tertulis tertua yang ditemukan tentang cerita ini ditulis oleh Giambattista Basile  pada tahun 1636. Rasanya seperti membaca cerita dongeng x-rated.

Sang putri tidur bukan tertidur karena kutukan peri jahat, ia meninggal karena penyakit menular dan ayahnya, Sang Raja, menidurkannya di sebuah istana. Seorang pengelana yang menemukan tubuh putri tidur lalu memper-ehem-nya. Sang putri hamil dan melahirkan sepasang anak kembar saat dia tidak sadar itu dan kemudian kedua anaknya dibesarkan oleh para peri. Suatu ketika anak kembar itu tidak sengaja menghisap racun pada tubuh putri tidur dan ia terbangun. Sang pengelana yang teringat tentang putri yang tertidur di menara, pada suatu hari ingin mengulangi -ehem- dan menemukan bahwa sang putri sudah terbangun. Si pengelana mengakui perbuatannya dan tinggal selama satu minggu sebelum dia kembali kepada istrinya. Sang istri mengetahui perbuatan suaminya merasa cemburu dan menyuruh juru masaknya untuk menculik kedua anak putri tidur dan memasaknya kemudian menghidangkan dagingnya untuk suaminya. Juru masak yang tidak tega menyakiti kedua anak tersebut menggantinya dengan daging kambing. Akhir cerita, putri tidur dan anak-anaknya berhasil diselamatkan oleh ayahnya dan hidup bahagia selamanya.

Putri tidur dan anak-anaknya masih lebih beruntung dibandingan dengan Little Red Riding hood dan neneknya yang tidak selamat dari serigala jahat. Mereka berdua dimakan oleh sang serigala dan... tamat. Bagi yang ingin membaca ceritanya bisa baca  disini. Hmm.. Mengapa cerita dongeng pada masa itu penuh dengan nilai-nilai negatif? Bukan hanya kekerasan dan nuansa gelap, tapi juga suguhan pembunuhan, kanibalisme, incest, seksualitas dan bahasa yang tidak pantas. 

Cerita asli Little Red Riding Hood dengan judul asli   Le Petit Chaperon Rouge diterbitkan pada tahun 1697

Menurut sumber yang saya baca, pada masa awal abad ke 19, anak-anak dianggap sebagai "little adults" dewasa dengan ukuran tubuh kecil. Tidak ada pemahaman bahwa anak-anak seharusnya dilindungi dari hal-hal yang membawa pengaruh buruk. Pada masa itu anak-anak tidak terlindung dari bahasa "yang tidak sepantasnya" didengar oleh anak-anak. Mereka bekerja dan minum alkohol pada usia yang sangat muda. . Mengingat anak-anak yang tidak terlalu diperhatikan kesehatan mentalnya.Mungkin cerita dongeng tersebut dibuat memang bukan untuk dikonsumsi oleh anak-anak.

Sedikit terbersit pikiran bahwa kondisi tersebut tidak jauh beda dengan kondisi di masa sekarang untuk anak-anak yang hidup di wilayah yang keras yah.. Konsumsi pornografi dan seksualitas juga bertebaran dan bebas dikonsumsi anak-anak lewat suguhan TV 24 jam. Remaja bahkan anak kecil perokok juga bukan pemandangan aneh di Indonesia.

Bedanya dengan abad ke 19, saat ini kita sangat mengerti bahwa hal-hal seperti itu bukanlah hal yang baik dikonsumsi oleh anak-anak. Kita juga sudah mengerti efek psikologis atau fisik yang diakibatkan dengan konsumsi kekerasan, seksualitas, dan kurangnya perhatian orangtua kepada anak. Mungkin tidak ada yang namanya hidup bahagia selamanya seperti yang ada di cerita-cerita dongeng yang kita baca, tapi setidaknya Gadis betudung merah dan neneknya tidak harus dimakan oleh serigala..bagaimana menurut anda? :3

Sumber: berbagai sumber 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar